Malam Pertama

Malam itu adalah malam pertama kami bersama. Menghilangkan rasa canggung dengan bercerita, cukup untuk menghangatkan badan setelah mandi di malam hari. Pelukannya hangat, rasanya nyaman ketika tangangannya mengusap punggungku. Sambil memainkan rambutnya kami melanjutkan cerita, tertawa bersama. Semakin larut, semakin lelah, sudah hampir habis cerita.

Bertatapan empat mata, pandangannya tajam membuat pipiku mulai merah. Terdiam sejenak, tidak tahu harus berkata apa. Dalam diam tatapnya berharap, “cium bibirku saja!”. Tanganku memegang pipinya, bibirku kini mendarat di bibirnya. Hangat dan basah, ia tak ingin menyudahinya. Mendekap tubuhku lebih erat, ciuman itu terasa nikmat.

Lidah kami mulai beradu, desahan dan erangan lembut tak tertahankan. Dia membuatku gila dengan permainannya. Menggoda perlahan, membuatku semakin menginginkan yang lebih. Kugigit bibir bawahnya, tak sengaja membuatnya kesakitan. Mengakhiri dengan tawa dan mencoba untuk mengistirahatkan mata kala tengah malam tiba.

Udara masih dingin, tak terdengar suara orang berlalu-lalang, sunyi sepi. Ia terbangun dan memelukku dari belakang. Setengah sadar aku tersenyum menikmati dekapannya, rasanya nyaman hingga pahaku merasakan sesuatu yang berbeda. Benda yang cukup asing, terasa keras, dan lebih hangat dari yang lain. Terasa napasnya mulai berat, hanya bisa menerka.

Memegang tangannya yang menarikku mendekat padanya, kugenggam sambil menggesekkan pahaku di bagian itu. dekapannya semakin kuat, ia hanya menginginkan diriku untuk tetap dekat. Benda keras dan hangat itu kini menari-nari di pantatku. Celana pendek kami cukup menghalangi hingga kubiarkan dirinya menikmati sedikit lebih.

Celana pendekku entah dibuang kemana, kini benda itu semakin mengeras. Menari-nari di atas bahan tipis celana dalamku, gesekan-gesekan yang menggoda intiku. Kulihat ia menggenggam senjatanya, menggerakkan tangannya perlahan seperti ingin menikmati tanpa tergesa. Memandangnya dengan kagum, ia menuntun tanganku untuk merasakan penisnya.

Segenggam penuh, terasa lembut tetapi juga keras. Sambil menatap matanya aku masih tertegun, ukurannya yang besar dan pertama kalinya merasakan membuat kagum. “Tidak apa-apa, kamu suka?”, aku hanya tersenyum dan mengangguk. Kulepas celana pendeknya, kini kududuk di antara kedua kakinya. Menggenggam kemaluannya, kuciumi pahanya hingga bibirku mendarat di tempat yang tidak ia kira.

Semakin menegang dan mengeras, lidahku menari bebas hingga jemarinya mengepal rambutku. Mencoba pelan-pelan memasukkan ke dalam mulutku, rasanya sesak dan penuh. Nafsu semakin menggebu, ia mengerang nikmat saat aku mulai tersedak. Semakin lama, gerakan kepala semakin cepat. Desahan dan napas semakin beradu, hingga ia memintaku untuk berhenti.

Ia bergegas ke kamar mandi, meninggalkanku dengan penuh rasa heran. Untuk pertama kalinya melakukan sejauh ini, bingung dan merasa bersalah, entah. “Kenapa?”, tanyaku bingung saat melihatnya keluar dari kamar mandi, “Aku tidak tahan, sudah mau keluar. Sudah kukeluarkan di kamar mandi, lega”. Hanya jika ia tahu, aku pun ingin merasakan ia puas di dalam mulutku.

Ingin rasanya meminta lebih, hanya saja badan terasa lelah. Mengecup bibirku sambil memelukku kembali, kami masih bingung dengan yang baru saja terjadi. Bercumbu serasa candu, terasa lebih nikmat dengan orang yang dicintai. Ada rasa menggebu untuk hal baru, tetapi masih ada malam berikutnya. Semua tidak harus habis dicoba saat malam pertama.