Mengapa

Akhir-akhir ini memang males sekali menulis di blog, rasanya beda saja ketika sudah di bandung itu males gitu buat liat blog, atau sekedar membaca opini dari blog orang lain.

Kerjaan main gapleh sampe subuh lalu bangun ketika matahari sudah diatas kepala, atau mabar mobel entod sampai subuh bangun tidur badan pegel karena salah bantal.

Tapi kabar baiknya skripsit sudah dapat tanda tangan, bulan ini juga niatnya mau sidang namun lupa nilai kurang dua lagi.

Kembali lagi ke rutinitas pada hari-hari sebelumnya, apalagi kota ini sudah memasuki zona merah akibat melonjaknya virus korongna, makin mager saja di kosan.

Tanpa disadari di malam yang sunyi, ketika layar televisi yang menonton manusia, iseng membuka blog, dan rasanya ingin mengetik satu atau dua kata yang tidak bermakna ini.

Tapi ada hal yang menarik perhatian mata ini, yaitu buku lumayan tebal dengan gambar ilustrasi yang abstrak, sebuah buku karangan albert camus, sepertinya kepunyaan adik kelas.

Masih teringat dulu mengumpulkan uang jajan untuk membeli buku itu karena harganya yang lumayan mahal, namun sampai saat ini belum terbeli.

Langsung saja mata tertuju dengan benda itu, membaca satu lembar langsung lelah, sudah lama tidak membaca dengan waktu yang cukup lama.

Absurditas sebuah pemikiran yang sebenarnya absurd, mau dijelaskan juga absurd, yah begitulah.

Mungkin butuh waktu, atau sebenarnya hidup di dalam simulasi, seperti sisipus yang mengangkat batu ke atas gunung lalu dijatuhkan lagi lalu diangkat lagi ke atas gunung lalu dijatuhkan lagi.

Hidup amat sangat membosankan berputar di lingkaran yang sama tanpa disadari, sepertinya tidak ada salahnya kata hidup itu simulasi.