Menanti Hari Esok Tak Pasti

Lapig tidak bisa tidur di malam hari, suara air mengalir terdengar jelas dari perutnya, hembusan angin terasa di setiap helai rambutnya, namun ada satu hal tidak dia rasakan.

Menanti hari esok atau lusa, lapig selalu mencemaskan hari esok, walaupun sudah memaksakan diri bahwa besok akan biasa saja, pikiran memang mempunyai caranya sendiri untuk menghantui.

Udara dingin dan basah, lapig masih temenung dipojokan kamar seperti kecoak disiram air kencing oleh om burhan yang kebelet menahan kencing selama dua jam, seperti plaron rucika mengalir hingga jauh.

Sulit baginya untuk hidup di hari ini, pikiran selalu berkerja memikirkan bayangan hari esok yang tidak kunjung membaik, waktu seakan menjadi api yang mudah merambat di dedaunan kering, tinggal menunggu beberapa detik atau menit akan terbakar habis.

Satu hal yang membuat dirinya masih belum tidur adalah mendengar suara bisikan entah darimana.

Jam sudah menunjukan pukul tengah malam, keadaan semakin sepi seperti apa yang ada di dalam perutnya, namun tiba-tiba muncul dalam pikiran lapig untuk membunuh waktu, membaca buku adalah cara yang lumayan efektif agar bisa tertidur pulas.

Tapi buku yang dibaca oleh lapig adalah buku catatan hutang piutang ke warung ceu yuni, catatan di buku tersebut hampir penuh oleh catatan hutang dari beberapa bulan, sampai tidak sadar sudah terdengar adzan subuh.

Namun lapig terus membaca buku catatan hutang itu, tidak sadar ketika selesai membaca sampai tamat, sisa satu lembar halaman yang masih kosong, keadaan sudah pagi lapig semalaman menghatamkan buku tersebut.

Melihat dari balik jendela, memeriksa apakah warung ceu yuni sudah buka apa belum? karena hari ini lapig berniat menghutang kembali demi memenuhi satu lembar yang masih kosong di buku catatan hutang tersebut.

Jika seisi buku sudah penuh maka lapig akan membeli buku catatan yang baru di warung ceu yuni, seperti biasa catatan pertama diisi oleh hutang membeli buku catatan yang tebalnya seperti tebal ensiklopedia britania raya.