Mempercayai Kebetulan

Entah mengapa benar menjadi kebenaran yang sifatnya mutlak lalu betul menjadi kebetulan, ada sesuatu yang memisahkan sekat yang sangat terjal, padahal dua kata tersebut masih mempunyai ikatan darah yang sangat kuat. 

Kata imbuhan ke- dan -an membuat pusing, secara garis besar cocok dipasangkan dengan kata benda, kata sifat dan kata bilangan, lalu mengapa banyak sekali yang mempercayai Kebetulan daripada kebenaran. 

Kebetulan menjadi kata yang mengandung magis, sarat akan kejadian di luar nalar manusia, bisa dibilang kata tersebut menjadi mantra yang ampuh, disetiap kejadian di dunia yang tidak terduga atau belum terpikirkan sebelum mampu diatasi dengan kata “kebetulan”. 

Tentunya di negara yang mengangkat kemagisan ini, hal yang diluar nalar menjadi hal yang digemari masyarakat luas, nilai kelogisan menjadi membosankan, jika masih bisa dihitung oleh nominal dan masih dalam khayalan pendek. 

Si lapig kelaparan di malam hari ketika semua warung nasi sudah tutup, kebetulan om burhan datang membawa satu kantong besar berisi makanan yang sangat banyak dan lezat. 

Setelah om burhan dan lapig selesai makan, kemudian datang om bram kebetulan juga membawa beberapa botol kopi dan rokok tiga bungkus. 

Mungkin pada jaman dulu bangsa belanda sedang jalan-jalan menyusuri lautan, berhenti sejenak di pinggir pulai antah berantah, singgah untuk beristirahat dan menyantap buah kelapa segar, kebetulan juga melihat di pulau tersebut banyak sumber daya alam dan rempah-rempah. 

Atau mungkin adam tidak sengaja bertemu hawa secara kebetulan, semua yang mengandung unsur kebetulan menjadi hal mengejutkan, tanpa ada rencana di dalam pikiran. 

Tidak ada salahnya mempercayai Kebetulan, toh kebenaran rasanya seperti fatamorgana di tengah padang pasir tanpa ujung, seakan terlihat nyata tetapi pada kenyataannya hanya kesemuan yang diagungkan.