Memang Bukan Pasar Malam

Buku tebal, buku tipis, atau, buku sedang itu hanya kisaran jumlah halaman, mungkin buku ini adalah buku tipis diantara buku karangan pramoedya, Bukan Pasar Malam, memang buku ini tidak menjelaskan pasar malam, namanya saja bukan pasar malam, masih ngotot kalo buku ini ngejelasin laporan jalan-jalan pramoedya di pasar malam, hah.

berbeda dengan karangan yang lain pramoedya sebut saja, tetralogi buru (bumi manusia, anak semua bangsa, jejak langkah dan rumah kaca) atau novel realisme sosial lainnya, bukan pasar malam lebih kepada gejolak hati seorang anak revolusi yang luluh hatinya ketika mendengar kabar ayahandanya terkena penyakit TBC dan nyawanya diujung maut.
gemerlap dan kemeriahan revolusi yang begitu menyala-nyala, menarik nafas kebebasan atas nama kemerdekaan, disisi lain, ada jiwa yang tak teranggap oleh kemeriahan revolusi, seorang perwira revolusi yang miskin, harus menjenguk sang ayahanda seorang pejuang kemerdekaan yang sedang sekarat.
ongkos untuk kembali ke kampung halaman demi menengok ayahanda yang sedang sakit, harus kesana-kemari mengutang kepada kerabat, di gowes sepeda tua ditengah jalan raya yang penuh sesak dengan debu bercampur asap yang mematikan, sungguh inilah kemenangan demokrasi, kau bisa membeli barang yang kau suka mengendarai kendaraan yang kau suka, tetapi jika kau tak punya uang maka kau hanya jadi penonton.
buku ini tentang mengkerdirkan diri, menggambarkan jiwa manusia yang gamang ketika di hadapkan dengan maut, memantulkan aura mistik dan semangat religusitas.