Hujan dan Suara Kodok

“Karena aku selalu suka sehabis hujan di bulan desember”, lirik lagu Efek Rumah Kaca – Desember.

Bulan desember selalu menemani pada penghujung tahun, selalu ada ingatan yang tumbuh kembali sejak awal tahun sampai di penghujung, bulan desember kali ini tidak biasa seperti tahun-tahun sebelumnya, ibu mengabarkan untuk saya cepat pulang ke rumah, entah tidak biasanya diri ini disuruh pulang ke rumah.

Musim hujan di rumah tidak sama dengan musim hujan di bandung, disini harus menunggu di pertengahan musim hujan agar hujan mau turun dengan suka rela, sebelumnya ibu menceritakan tiga bulan sebelumnya bahwa di rumah sedang kekeringan, dan sekarang malah kelebihan air, untuk saja tidak sampai kebanjiran, walau rumah dekat dengan laut alhamdulilah tidak pernah menemukan istilah kebanjiran, paling-paling hanya genteng bocor, selalu sedia ember sebelum hujan, kata salah satu pepatah.

Selain kopi panas, dan mati lampu di sore hari, hujan membawa ingatan yang begitu dalam tentang masa yang sudah pernah dilewatkan oleh rentang waktu, hal yang hanya bisa dirasakan hujan di bulan desember ketika sedang berada di rumah adalah suara kodok yang saling balas-membalas satu sama lainnya.

Teringat kenangan denga ayah ketika saya masih sekolah dasar dan menetap di rumah, bisa dikatakan kondisi rumah bagaikan kebon binatang mini, selain ada tiga kolam, yang masing-masing dihuni oleh ikan lele dan ikan mas dan ikan hias kolam di depan rumah, beberapa kura-kura, kandang burung yang berjejer menggantung, tidak lupa ayam kampung, dan ayam cemani kesayangan ayah.

Kini saya hanya menikmati secangkir kopi dan rokok gudang garam surya, dan lilin, menikmati malam yang gelap dan suara kodok sumbing, mengingat beberapa memori yang pernah terlintas dalam kehidupan, semoga beliau baik-baik saja di alam sana, salam dari anakmu yang masih belum bisa menjadi apa yang beliau pikirkan, entah itu apa? saya tidak bisa menerka.